MEDAN, Waspada.co.id – Profesi anak-anak kita di masa depan mungkin belum tersedia di masa kini. Namun kemampuan berbahasa selalu memberikan nilai lebih. Apalagi, dengan kecenderungan semakin derasnya arus informasi dan dinamisnya dunia komunikasi.
Bahasa Mandarin merupakan bahasa populer kedua di dunia setelah Bahasa Inggris. Berdasarkan data Statista.com, jumlah penutur Bahasa Mandarin mencapai 1,120 miliar di seluruh dunia. Meski begitu, banyak anggapan belajar Bahasa Mandarin sangat sulit, apalagi karena bahasa ini memiliki aksaranya sendiri.
“Kami menawarkan metode menarik untuk belajar Bahasa Mandarin. Berawal dari storytelling, menggunakanflashcard, dan mengajak anak-anak membuat ceritanya sendiri,” ujar Yuanxin Sun, pendiri dan CEO StoryChopsticks, dalam acara peluncuran buku Zongzi – Childhood Rhapsody secara virtual, Minggu (27/6).
StoryChopsticks merupakan lembaga belajar Bahasa Mandarin untuk anak-anak usia 3-12 tahun. Berbasis di Singapura, StoryChopsticks juga telah bermitra dengan Rise N Shine Preschool di Medan. Pengajaran dilakukan secara daring, sehingga bisa diikuti seluruh anak di dunia, dengan pengantar Bahasa Mandarin, Indonesia, dan Inggris di kelas awal
Puncaknya,melalui program Kids Publish dari StoryChopsticks, anak-anak dapat membuat buku cerita mereka sendiri, diterbitkan, dan dijual ke khalayak melalui situs resmistorychopsicks.com. Anak-anak bahkan memiliki kontrak sebagai penulis.StoryChopsticks baru saja meluncurkanBuku Zongzi – Childhood Rhapsody secara virtual pada Minggu, 27 Juni 2021. Karya tiga siswa StoryChopsticks di Singapura dan Amerika Serikat ini merupakan buku cerita berbahasa Mandarin pertama di dunia yang seluruhnya ditulis dan digambar oleh anak-anak, dengan didampingi para fasilitator guru bahasa Mandarinnative asal Taiwan.
“Pada dasarnya anak-anak sangat suka dengan cerita. Sehingga pendekatan storytelling, sangat menarik bagi anak-anak. Jika mereka tertarik, maka mereka akan antusias untuk belajar,” kata Yuanxin Sun.
Pendekatan belajar ala StoryChopsticks juga mendorong sisi kreatif anak-anak. Saat belajar kata-kata dalam Bahasa Mandarin, anak-anak dapat menciptakan karakter mereka sendiri.
“Sebagai orang dewasa, saya selalu terkagum-kagum dengan imajinasi anak-anak menciptakan karakter dan cerita mereka sendiri,” tambah Yuanxin.
Pendekatan storytelling diakui para orang tua para siswa Storychopsticks berhasil membuat anak-anak antusias. Apalagi dalam prosesnya, anak-anak diajak untuk membuat cerita mereka sendiri. Bahkan, bisa diterbitkan dalam bentuk buku yang dijual untuk khalayak luas. Anak-anak bahkan memiliki kontrak sebagai penulis.
“Sebelumnya, anak saya tidak pernah menggunakan bahasa Mandarin secara proaktif. Sejak mulai membuat cerita sendiri dalam bahasa Mandarin, dia sekarang selalu ingin tahu objek dan emosi kehidupan sehari-hari dalam bahasa Mandarin,” ujar Jenny Ho, ibu dari penulis muda Theo (7 tahun) yang menetap di Seattle, Amerika Serikat.
Menurut I-Ling Wang, Asisten Profesor dari Yu Da University of Science and Technology, Taiwan, cara belajar dengan cara membuat cerita adalah bentuk penghargaan atas kreativitas anak-anak. Cara ini bukan cuma baik untuk meningkatkan kemampuan untuk memahami, membaca, dan menulis Bahasa Mandarin, tapi juga membuat anak-anak kelak mampu menghargai, merasakan, dan menciptakan keindahan dari kata-kata Bahasa Mandarin.
“Sebagai pendidik anak-anak usia dini, cara ini membuat kita tak sekadar melihat hasil belajar, menggambar, dan imajinasi anak-anak, tapi juga kemampuan luar biasa mereka dalam mengekspresikan diri secara puitis. Kemampuan itu bahkan melampaui penguasaan bahasa orang dewasa.” ujar I-Ling Wang saat berbicara sebagai salah satu narasumber acara peluncuran buku Zongzi – Childhood Rhapsody secara virtual, Minggu (27/6).
Baca juga:
Original content: waspada.co.id Ini Cara Seru Belajar Bahasa Mandarin